Pelatihan MPKP

Pelatihan Penatalaksanaan MPKP di RSAU dr. S. Hardjolukito

Keberhasilan pelayanan kesehatan sangat tergantung dari kualitas dan kemampuan tenaga kesehatan yang profesional di bidangnya sesuai dengan keahlian/ keterampilan yang dimiliki. Perawat sebagai tenaga profesional harus dapat menangani pasien secara tepat, cepat, dan akurat pasien yang dirawat di ruang perawatannya sesuai prosedur yang berlaku.


Waktu dan Tempat

1) Rabu/ 13 Oktober 2010 : Pelajaran Teori bertempat di Aula RSAU dr.
S Hardjolukito.
2) Kamis/ 14 Oktober 2010 : Pelajaran praktek bertempat di Ruang Perawatan RSAU dr. S. Hardjolukito.


Dokumentasi








Pendataan para Purnawirawan dan Warakawuri

Kepada :

1. Kalakespra Saryanto.

2. Ka RSPAU Antariksa Diskesau.

3. Kalakesgilut Diskesau.

4. Ka RSAU dr. Moh. Salamun Diskesau.

5. Ka RSAU dr. S. Hardjolukito Diskesau.

6. Kalafiau Diskesau

7. Karumkit Lanud Ats.

8. Karumkit Lanud Sdm.

9. Karumkit Lanud Smo.

10. Karumkit Lanud Iwj.

11. Karumkit Lanud Abd.

12. Karumkit Lanud Sby.

13. Karumkit Lanud Slm.


1. Dalam rangka pendataan para purnawirawan dan warakawuri di

Lingkungan Dinas Kesehatan Angkatan Udara, mohon dapat dikirimkan daftar nama para Purnawirawan dan Warakawuri di lingkungan satker masing-masing Via Email binprofkesau@gmail.com atau di fax ke 021-8714519 (Format terlampir).

2. Daftar nama purnawirawan dan warakawuri dimaksud, mohon dapat

dikirimkasdi Diskesau paling

lambat tanggal 15 Oktober 2010.

3. Demikian, mohon dimaklumi.


Surat dan format lampiran dapat di download disini

Download Surat

Download Lampiran

SOSIALISASI JABFUNGKES PNS 2010

KEGIATAN SOSIALISASI JABFUNGKES PNS, 25-26 MARET 2010, LANUD ATS BOGOR

Kegiatan Sosialisasi Jabfungkes PNS yang telah di selenggarakan pada tanggal 25 – 26 Maret 2010 di Lanud ATS Bogor berlangsung dengan lancar tanpa hambatan yang berarti. Kegiatan sosialisasi ini diikuti oleh 24 orang yang terdiri dari pejabat Urpers Laknis/Rumkit Jajaran Diskesau.

Acara sosialiasi Jabfungkes ini dibuka dengan sambutan dari Kadiskesau yang Dalam sambutannya menyampaikan bahwa keberhasilan pelayanan kesehatan sangat tergantung dari kualitas dan kemampuan tenaga fungsional kesehatan yang profesional di bidangnya sesuai dengan keahlian/ keterampilan yang dimiliki.

Acara kemudian di lanjutkan dengan dengar materi dari narasumber. Narasumber dalam sosialisasi ini terdiri dari 6 (enam) orang yaitu berasal dari Diskesau, Disminpersau, Kementrian Kesehatan RI dan Kementrian Pertahanan RI.

Maksud penyelenggaraan sosialisasi Jabatan Fungsional Kesehatan PNS TNI Angkatan Udara bagi bagi pejabat urusan personel Laknis /Rumkit jajaran Diskesau adalah Guna memperoleh kesamaan pola pikir, sikap dan tindakan diantara satuan-satuan kerja jajaran Diskesau dalam penerapan dan pelaksanaan pembinaan jabatan fungsional kesehatan.

Dari uraian tentang pelaksanaan kegiatan sosialisasi pembinaan Jabfungkes PNS bagi pejabat Urpers Jajaran Diskesau di Rumkit Lanud Ats TA 2010, dapat disimpulkan bahwa secara umum kegiatan sosialisasi pembinaan Jabfungkes PNS bagi pejabat Urpers Jajaran Diskesau di Rumkit Lanud Ats TA 2010 telah dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar sesuai rencana.

Dan pada akhirnya Semoga dengan adanya acara Sosialisasi Jabfungkes PNS ini, kita dapat mengembangkan dan memperdalam pengetahuan tentang materi jabatan fungsional kesehatan, sehingga dapat mendukung pelaksanaan tugas di satuan kerja Rumkit/Laknis masing-masing.

Download BUJUKNIS JABFUNGKES

UNDANG-UNDANG NO.29 TH.2004 TTG PRAKTEK KEDOKTERAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2004
TENTANG
PRAKTIK KEDOKTERAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus
diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya
kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas
dan terjangkau oleh masyarakat;
c. bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran yang
merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh
dokter dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral yang
tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terusmenerus
harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan
dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi,
serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar
penyelenggaraan praktik kedokteran sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian
hukum kepada penerima pelayanan kesehatan, dokter, dan
dokter gigi, diperlukan pengaturan mengenai
penyelenggaraan praktik kedokteran;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang
tentang Praktik Kedokteran;
2
Mengingat: Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan
dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter
gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam
maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
3. Konsil Kedokteran Indonesia adalah suatu badan otonom, mandiri,
nonstruktural, dan bersifat independen, yang terdiri atas Konsil Kedokteran
dan Konsil Kedokteran Gigi.
4. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan
seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di
seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
5. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter gigi yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu
lainnya serta diakui secara hukum untuk melakukan tindakan profesinya.
6. Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap dokter dan dokter gigi
yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
7. Surat izin praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada
dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah
memenuhi persyaratan.
3
8. Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter dan dokter gigi
yang telah diregistrasi.
9. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya
pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau
kedokteran gigi.
10. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara
langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.
11. Profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran
atau kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan,
kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik
yang bersifat melayani masyarakat.
12. Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan
Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.
13. Kolegium kedokteran Indonesia dan kolegium kedokteran gigi Indonesia
adalah badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing
cabang disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.
14. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang
berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter
dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi,
dan menetapkan sanksi.
15. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kesehatan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai
ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan
keselamatan pasien.
Pasal 3
Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :
a. memberikan perlindungan kepada pasien;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan
oleh dokter dan dokter gigi; dan
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.
4
BAB III
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan
Pasal 4
(1) Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi dibentuk
Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil
Kedokteran Gigi.
(2) Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 5
Konsil Kedokteran Indonesia berkedudukan di ibu kota negara Republik
Indonesia.
Bagian Kedua
Fungsi, Tugas, dan Wewenang
Pasal 6
Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan,
penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik
kedokteran, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis.
Pasal 7
(1) Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas :
a. melakukan registrasi dokter dan dokter gigi;
b. mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan
c. melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran
yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi
masing-masing.
(2) Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan Konsil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan bersama oleh Konsil
Kedokteran Indonesia dengan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran
gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan
kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.
Pasal 8
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Konsil Kedokteran
Indonesia mempunyai wewenang :
a. menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi;
b. menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;
5
c. mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi;
d. melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi;
e. mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi;
f. melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai
pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi; dan
g. melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi
oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika
profesi.
Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi dan tugas Konsil Kedokteran Indonesia
diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran
dan Konsil Kedokteran Gigi.
Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 11
(1) Susunan organisasi Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas:
a. Konsil Kedokteran; dan
b. Konsil Kedokteran Gigi.
(2) Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) masing-masing terdiri atas 3 (tiga) divisi, yaitu :
a. Divisi Registrasi;
b. Divisi Standar Pendidikan Profesi; dan
c. Divisi Pembinaan.
Pasal 12
(1) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas :
a. pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas 3 (tiga) orang
merangkap anggota;
b. pimpinan Konsil Kedokteran dan pimpinan Konsil Kedokteran Gigi masingmasing
1 (satu) orang merangkap anggota; dan
c. pimpinan divisi pada Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi
masing-masing 1 (satu) orang merangkap anggota.
(2) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bekerja secara kolektif.
(3) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a adalah penanggung jawab tertinggi.
6
Pasal 13
(1) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang ketua dan 2
(dua) orang wakil ketua.
(2) Pimpinan Konsil Kedokteran terdiri atas seorang ketua dan 3 (tiga) orang
ketua divisi.
(3) Pimpinan Konsil Kedokteran Gigi terdiri atas seorang ketua dan 3 (tiga) orang
ketua divisi.
Pasal 14
(1) Jumlah anggota Konsil Kedokteran Indonesia 17 (tujuah belas) orang yang
terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari :
a. organisasi profesi kedokteran 2 (dua) orang;
b. organisasi profesi kedokteran gigi 2 (dua) orang;
c. asosiasi institusi pendidikan kedokteran 1 (satu) orang;
d. asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi 1 (satu) orang;
e. kolegium kedokteran 1 (satu) orang;
f. kolegium kedokteran gigi 1 (satu) orang;
g. asosiasi rumah sakit pendidikan 2 (dua) orang;
h. tokoh masyarakat 3 (tiga) orang;
i. Departemen Kesehatan 2 (dua) orang; dan
j. Departemen Pendidikan Nasional 2 (dua) orang.
(2) Tata cara pemilihan tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
(3) Keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Presiden atas usul
Menteri.
(4) Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia harus
berdasarkan usulan dari organisasi dan asosiasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(5) Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil Kedokteran
Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 15
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia, pimpinan Konsil Kedokteran, pimpinan
Konsil Kedokteran Gigi, pimpinan divisi pada Konsil Kedokteran dan Konsil
Kedokteran Gigi dipilih oleh anggota dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota.
Pasal 16
Masa bakti keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia adalah 5 (lima) tahun dan
dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
7
Pasal 17
(1) Anggota Konsil Kedokteran Indonesia sebelum memangku jabatan wajib
mengucapkan sumpah/janji, menurut agamanya di hadapan Presiden.
(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai
berikut :
?Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk
melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan
menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau
menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung
atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya dalam menjalankan tugas ini,
senantiasa menjunjung tinggi ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dan
mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan dokter atau dokter
gigi.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada dan akan
mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara,
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara Republik
Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas
dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh saksama, obyektif, jujur,
berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan
golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaikbaiknya,
serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha
Esa, masyarakat, bangsa dan negara.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak
menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga
dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang
diamanatkan Undang-Undang kepada saya ?.
Pasal 18
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Konsil Kedokteran Indonesia, yang
bersangkutan harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. warga negara Republik Indonesia;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
d. berkelakuan baik;
8
e. berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65
(enam puluh lima) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil Kedokteran
Indonesia;
f. pernah melakukan praktik kedokteran paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan
memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi,
kecuali untuk wakil dari masyarakat;
g. cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memiliki
reputasi yang baik; dan
h. melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat
dan selama menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 19
(1) Anggota Konsil Kedokteran Indonesia berhenti atau diberhentikan karena :
a. berakhir masa jabatan sebagai anggota;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. meninggal dunia;
d. bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia;
e. tidak mampu lagi melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga)
bulan; atau
f. dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Dalam hal anggota Konsil Kedokteran Indonesia menjadi tersangka tindak
pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya.
(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
oleh Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.
(4) Pengusulan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
oleh Menteri kepada Presiden.
Pasal 20
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Konsil Kedokteran Indonesia
dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris.
(2) Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan anggota Konsil
Kedokteran Indonesia.
(4) Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan
Konsil Kedokteran Indonesia.
(5) Ketentuan fungsi dan tugas sekretaris ditetapkan oleh Ketua Konsil
Kedokteran Indonesia.
9
Pasal 21
(1) Pelaksanaan tugas sekretariat dilakukan oleh pegawai Konsil Kedokteran
Indonesia.
(2) Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tunduk pada peraturan
perundang-undangan tentang kepegawaian.
Bagian Keempat
Tata Kerja
Pasal 22
(1) Setiap keputusan Konsil Kedokteran Indonesia yang bersifat mengatur
diputuskan oleh rapat pleno anggota.
(2) Rapat pleno Konsil Kedokteran Indonesia dianggap sah jika dihadiri oleh
paling sedikit setengah dari jumlah anggota ditambah satu.
(3) Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.
(4) Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
maka dapat dilakukan pemungutan suara.
Pasal 23
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia melakukan pembinaan terhadap
pelaksanaan tugas anggota dan pegawai konsil agar pelaksanaan tugas dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Konsil Kedokteran Indonesia diatur
dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 25
Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil Kedokteran Indonesia dibebankan
kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB IV
STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN
DAN KEDOKTERAN GIGI
Pasal 26
(1) Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pendidikan profesi
kedokteran gigi disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pendidikan profesi
kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
10
a. untuk pendidikan profesi dokter atau dokter gigi disusun oleh asosiasi
institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi; dan
b. untuk pendidikan profesi dokter spesialis atau dokter gigi spesialis disusun
oleh kolegium kedokteran atau kedokteran gigi.
(3) Asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi dalam menyusun
standar pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
berkoordinasi dengan organisasi profesi, kolegium, asosiasi rumah sakit
pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional, dan Departemen Kesehatan.
(4) Kolegium kedokteran atau kedokteran gigi dalam menyusun standar
pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berkoordinasi
dengan organisasi profesi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi, asosiasi rumah sakit pendidikan, Departemen Pendidikan
Nasional, dan Departemen Kesehatan.
BAB V
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN GIGI
Pasal 27
Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi, untuk memberikan
kompetensi kepada dokter atau dokter gigi, dilaksanakan sesuai dengan standar
pendidikan profesi kedokteran atau kedokteran gigi.
Pasal 28
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan
pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi
oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar
yang ditetapkan oleh organisasi profesi kedokteran atau kedokteran gigi.
BAB VI
REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI
Pasal 29
(1) Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di
Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda
registrasi dokter gigi.
(2) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia.
11
(3) Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi
dokter gigi harus memenuhi persyaratan :
a. memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter gigi
spesialis;
b. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter
atau dokter gigi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. memiliki sertifikat kompetensi; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
(4) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi berlaku
selama 5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali
dengan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf c dan huruf d.
(5) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil kedokteran gigi dalam melakukan
registrasi ulang harus mendengar pertimbangan ketua divisi registrasi dan
ketua divisi pembinaan.
(6) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil kedokteran gigi berkewajiban untuk
memelihara dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi.
Pasal 30
(1) Dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan melaksanakan praktik
kedokteran di Indonesia harus dilakukan evaluasi.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kesahan ijazah;
b. kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang dinyatakan dengan
surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat
kompetensi;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau
dokter gigi;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
(3) Dokter dan dokter gigi warga negara asing selain memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan
berbahasa Indonesia.
(4) Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diberikan surat tanda registrasi dokter
atau surat tanda registrasi dokter gigi oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
12
Pasal 31
(1) Surat tanda registrasi sementara dapat diberikan kepada dokter dan dokter
gigi warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan,
pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran atau
kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia.
(2) Surat tanda registrasi sementara berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
(3) Surat tanda registrasi sementara diberikan apabila telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2).
Pasal 32
(1) Surat tanda registrasi bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan
dokter spesialis atau dokter gigi spesialis warga negara asing yang mengikuti
pendidikan dan pelatihan di Indonesia.
(2) Dokter atau dokter gigi warga negara asing yang akan memberikan
pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi
untuk waktu tertentu, tidak memerlukan surat tanda registrasi bersyarat.
(3) Dokter atau dokter gigi warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus mendapat persetujuan dari Konsil Kedokteran Indonesia.
(4) Surat tanda registrasi dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (3) diberikan melalui penyelenggara pendidikan dan pelatihan.
Pasal 33
Surat tanda registrasi tidak berlaku karena :
a. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftar ulang;
c. atas permintaan yang bersangkutan;
d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
e. dicabut Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi, registrasi ulang, registrasi
sementara, dan registrasi bersyarat diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran
Indonesia.
Pasal 35
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai
wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan
kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas:
a. mewawancarai pasien;
b. memeriksa fisik dan mental pasien;
c. menentukan pemeriksaan penunjang;
d. menegakkan diagnosis;
e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;
13
f. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
g. menulis resep obat dan alat kesehatan;
h. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan
j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah
terpencil yang tidak ada apotek.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kewenangan
lainnya diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
BAB VII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN
Bagian Kesatu
Surat Izin Praktik
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia
wajib memiliki surat izin praktik.
Pasal 37
(1) Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh
pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik
kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.
(2) Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.
(3) Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 38
(1) Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36,
dokter atau dokter gigi harus :
a. memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter
gigi yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31,
dan Pasal 32;
b. mempunyai tempat praktik; dan
c. memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.
(2) Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :
a. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi masih
berlaku; dan
b. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin
praktik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin praktik diatur dengan Peraturan
Menteri.
14
Bagian Kedua
Pelaksanaan Praktik
Pasal 39
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter
atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan
pemulihan kesehatan.
Pasal 40
(1) Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik
kedokteran harus membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter
gigi pengganti.
(2) Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin praktik.
Pasal 41
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan
menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
wajib memasang papan nama praktik kedokteran.
(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik di sarana pelayanan kesehatan,
pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter atau
dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.
Pasal 42
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter
gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran di
sarana pelayanan kesehatan tersebut.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan praktik kedokteran diatur dengan
Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pemberian Pelayanan
Paragraf 1
Standar Pelayanan
Pasal 44
(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib
mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut
jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
15
(3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi
Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh
dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien
mendapat penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara
tertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko
tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh
yang berhak memberikan persetujuan.
(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 3
Rekam Medis
Pasal 46
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi
setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.
(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan
petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.
16
Pasal 47
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan
milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi
rekam medis merupakan milik pasien.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 4
Rahasia Kedokteran
Pasal 48
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundangundangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan
Menteri.
Paragraf 5
Kendali Mutu dan Kendali Biaya
Pasal 49
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.
(2) Dalam rangka pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diselenggarakan audit medis.
(3) Pembinaan dan pengawasan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan oleh organisasi profesi.
Paragraf 6
Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional;
17
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya;
dan
d. menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban :
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
atau kedokteran gigi.
Paragraf 7
Hak dan Kewajiban Pasien
Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai
kewajiban :
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Paragraf 8
Pembinaan
Pasal 54
(1) Dalam rangka terselenggaranya praktik kedokteran yang bermutu dan
melindungi masyarakat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini, perlu dilakukan pembinaan terhadap dokter atau
dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.
18
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia bersama-sama dengan organisasi profesi.
BAB VIII
DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI
Bagian Kesatu
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
Pasal 55
(1) Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan
praktik kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia.
(2) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merupakan lembaga
otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia.
(3) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam menjalankan
tugasnya bersifat independen.
Pasal 56
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertanggung jawab kepada
Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 57
(1) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia berkedudukan di ibu kota
negara Republik Indonesia.
(2) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh
Konsil Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia.
Pasal 58
Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang
ketua, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris.
Pasal 59
(1) Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas 3
(tiga) orang dokter dan 3 (tiga) orang dokter gigi dari organisasi profesi
masing-masing, seorang dokter dan seorang dokter gigi mewakili asosiasi
rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana hukum.
(2) Untuk dapat diangkat sebagai anggota Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia harus dipenuhi syarat sebagai berikut :
a. warga negara Republik Indonesia;
b. sehat jasmani dan rohani;
19
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
d. berkelakuan baik;
e. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam
puluh lima) tahun pada saat diangkat;
f. bagi dokter atau dokter gigi, pernah melakukan praktik kedokteran paling
sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki surat tanda registrasi dokter atau
surat tanda registrasi dokter gigi;
g. bagi sarjana hukum, pernah melakukan praktik di bidang hukum paling
sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki pengetahuan di bidang hukum
kesehatan; dan
h. cakap, jujur, memiliki moral, etika, dan integritas yang tinggi serta
memiliki reputasi yang baik.
Pasal 60
Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Menteri
atas usul organisasi profesi.
Pasal 61
Masa bakti keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 62
(1) Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebelum
memangku jabatan wajib mengucapkan sumpah/janji sesuai dengan agama
masing-masing di hadapan Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
?Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk
melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan
nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu
apapun kepada siapapun juga.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung
atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya dalam menjalankan tugas ini, senantiasa
menjunjung tinggi ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dan mempertahankan
serta meningkatkan mutu pelayanan dokter atau dokter gigi.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada dan akan
mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia.
20
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas dan
wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh saksama, obyektif, jujur, berani,
adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan
golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaikbaiknya,
serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
masyarakat, bangsa dan negara.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak
menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan
saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang
diamanatkan Undang-Undang kepada saya ?.
Pasal 63
(1) Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dipilih dan
ditetapkan oleh rapat pleno anggota.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil
Kedokteran Indonesia.
Pasal 64
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas :
a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran
disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan
b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin
dokter atau dokter gigi.
Pasal 65
Segala pembiayaan kegiatan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
dibebankan kepada anggaran Konsil Kedokteran Indonesia.
Bagian Kedua
Pengaduan
Pasal 66
(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan
dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat
mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia.
(2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :
a. identitas pengadu;
b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu
tindakan dilakukan; dan
c. alasan pengaduan.
21
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak
pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata
ke pengadilan.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Pasal 67
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan
keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter
gigi.
Pasal 68
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi.
Bagian Keempat
Keputusan
Pasal 69
(1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat
dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa dinyatakan
tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.
(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik;
dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.
Bagian Kelima
Pengaturan Lebih Lanjut
Pasal 70
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara
pengaduan, dan tata cara pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
22
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 71
Pemerintah pusat, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintah daerah, organisasi
profesi membina serta mengawasi praktik kedokteran sesuai dengan fungsi dan
tugas masing-masing.
Pasal 72
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 diarahkan
untuk :
a. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan dokter dan dokter
gigi;
b. melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan dokter dan dokter gigi;
dan
c. memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, dokter, dan dokter gigi.
Pasal 73
(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain
yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan
adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi
dan/atau surat izin praktik.
(2) Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolaholah
yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki
surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundangundangan.
Pasal 74
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan dokter dan dokter gigi yang
menyelenggarakan praktik kedokteran dapat dilakukan audit medis.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 75
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
23
(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi
sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi
bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 76
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau
bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah).
Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan
seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki
surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin
praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi
yang :
a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (1);
b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 ayat (1); atau
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
24
Pasal 80
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan
berupa pencabutan izin.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 81
Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundangundangan
yang merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik kedokteran, masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan
Undang-Undang ini.
Pasal 82
(1) Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki surat penugasan dan/atau surat
izin praktik, dinyatakan telah memiliki surat tanda registrasi dan surat izin
praktik berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Surat penugasan dan surat izin praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus disesuaikan dengan surat tanda registrasi dokter, surat tanda registrasi
dokter gigi, dan surat izin praktik berdasarkan Undang-Undang ini paling lama
2 (dua) tahun setelah Konsil Kedokteran Indonesia terbentuk.
Pasal 83
(1) Pengaduan atas adanya dugaan pelanggaran disiplin pada saat belum
terbentuknya Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditangani oleh
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di Tingkat Pertama dan Menteri pada Tingkat
Banding.
(2) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Menteri dalam menangani pengaduan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membentuk Tim yang terdiri dari unsurunsur
profesi untuk memberikan pertimbangan.
(3) Putusan berdasarkan pertimbangan Tim dilakukan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi atau Menteri sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
Pasal 84
(1) Untuk pertama kali anggota Konsil Kedokteran Indonesia diusulkan oleh
Menteri dan diangkat oleh Presiden.
25
(2) Keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berlaku untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun sejak diangkat.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 85
Dengan disahkannya Undang-Undang ini maka Pasal 54 Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan dokter dan dokter gigi,
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 86
Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) harus
dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 87
Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus dibentuk
paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa jabatan keanggotaan Konsil
Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) berakhir.
Pasal 88
Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 6 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Oktober 2004
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 116
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2004
TENTANG
PRAKTIK KEDOKTERAN
I. UMUM
Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu
unsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dokter dan dokter gigi sebagai salah satu komponen utama pemberi
pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat
penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan
mutu pelayanan yang diberikan.
Landasan utama bagi dokter dan dokter gigi untuk dapat melakukan tindakan
medis terhadap orang lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan
kompetensi yang dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan.
Pengetahuan yang dimilikinya harus terus menerus dipertahankan dan
ditingkatkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu
sendiri.
Dokter dan dokter gigi dengan perangkat keilmuan yang dimilikinya
mempunyai karakteristik yang khas. Kekhasannya ini terlihat dari pembenaran
yang diberikan oleh hukum yaitu diperkenankannya melakukan tindakan
medis terhadap tubuh manusia dalam upaya memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan. Tindakan medis terhadap tubuh manusia yang dilakukan
bukan oleh dokter atau dokter gigi dapat digolongkan sebagai tindak pidana.
Berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter dan dokter gigi,
maraknya tuntutan hukum yang diajukan masyarakat dewasa ini seringkali
diidentikkan dengan kegagalan upaya penyembuhan yang dilakukan dokter
dan dokter gigi. Sebaliknya apabila tindakan medis yang dilakukan dapat
berhasil, dianggap berlebihan, padahal dokter dan dokter gigi dengan
perangkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya hanya berupaya
untuk menyembuhkan, dan kegagalan penerapan ilmu kedokteran dan
kedokteran gigi tidak selalu identik dengan kegagalan dalam tindakan.
2
Berbagai upaya hukum yang dilakukan dalam memberikan perlindungan
menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan, dokter dan
dokter gigi sebagai pemberi pelayanan telah banyak dilakukan, akan tetapi
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang
sangat cepat tidak seimbang dengan perkembangan hukum.
Perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran dan
kedokteran gigi dirasakan belum memadai, selama ini masih didominasi oleh
kebutuhan formal dan kepentingan pemerintah, sedangkan porsi profesi masih
sangat kurang.
Oleh karena itu untuk menjembatani kepentingan kedua belah pihak serta
untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan obyektif seorang dokter dan
dokter gigi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, diperlukan
pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.
Konsil Kedokteran Indonesia merupakan suatu badan yang independen yang
akan menjalankan fungsi regulator, yang terkait dengan peningkatan
kemampuan dokter dan dokter gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran.
Disamping itu, peran dari berbagai organisasi profesi, asosiasi institusi
pendidikan yang ada saat ini juga perlu diberdayakan dalam rangka
peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter atau
dokter gigi.
Dengan demikian, dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik
kedokteran selain tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku, juga harus
menaati ketentuan kode etik yang disusun oleh organisasi profesi dan
didasarkan pada disiplin ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Dalam menjalankan fungsinya Konsil Kedokteran Indonesia bertugas
melakukan registrasi terhadap semua dokter dan dokter gigi yang akan
menjalankan praktik kedokteran, mengesahkan standar pendidikan profesi
dokter dan dokter gigi, dan melakukan pembinaan bersama lembaga terkait
lainnya terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran.
Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, untuk
meningkatkan, mengarahkan dan memberi landasan hukum serta menata
kembali berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik
kedokteran agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi maka perlu diatur praktik kedokteran dalam suatu
undang-undang. Untuk itu, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Praktik
Kedokteran.
3
Dalam Undang-Undang ini diatur:
1. asas dan tujuan penyelenggaraan praktik kedokteran yang menjadi
landasan yang didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan,
kemanusiaan, keseimbangan serta perlindungan dan keselamatan
pasien;
2. pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi disertai susunan organisasi,
fungsi, tugas, dan kewenangan;
3. registrasi dokter dan dokter gigi;
4. penyusunan, penetapan, dan pengesahan standar pendidikan profesi
dokter dan dokter gigi;
5. penyelenggaraan praktik kedokteran;
6. pembentukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia;
7. pembinaan dan pengawasan praktik kedokteran; dan
8. pengaturan ketentuan pidana.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:
a. nilai ilmiah adalah bahwa praktik kedokteran harus didasarkan pada
ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh baik dalam
pendidikan termasuk pendidikan berkelanjutan maupun pengalaman
serta etika profesi;
b. manfaat adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran harus
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan
dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat;
c. keadilan adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran harus
mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap
orang dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat serta
pelayanan yang bermutu;
d. kemanusiaan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik
kedokteran memberikan perlakuan yang sama dengan tidak
membedakan suku, bangsa, agama, status sosial, dan ras;
e. keseimbangan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik
kedokteran tetap menjaga keserasian serta keselarasan antara
kepentingan individu dan masyarakat;
f. perlindungan dan keselamatan pasien adalah bahwa
penyelenggaraan praktik kedokteran tidak hanya memberikan
pelayanan kesehatan semata, tetapi harus mampu memberikan
peningkatan derajat kesehatan dengan tetap memperhatikan
perlindungan dan keselamatan pasien.
4
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “standar pendidikan profesi dokter dan
dokter gigi” adalah pendidikan profesi yang dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
sistem pendidikan nasional.
Penyusunan standar pendidikan profesi bagi dokter dan dokter
gigi dilakukan oleh asosiasi institusi pendidikan kedokteran dan
asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi dengan
mengikutsertakan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran
gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.
Penyusunan standar pendidikan profesi bagi dokter spesialis dan
dokter gigi spesialis dilakukan oleh kolegium kedokteran dan
kolegium kedokteran gigi dengan mengikutsertakan asosiasi
institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan
kedokteran gigi dan rumah sakit pendidikan.
Konsil Kedokteran Indonesia mengesahkan standar pendidikan
profesi dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi
spesialis yang telah ditetapkan tersebut diatas.
Yang dimaksud dengan “asosiasi institusi pendidikan kedokteran”
adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh para dekan fakultas
kedokteran yang berfungsi memberikan pertimbangan dalam
rangka memberdayakan dan menjamin kualitas pendidikan
kedokteran yang diselenggarakan oleh fakultas kedokteran.
Yang dimaksud dengan “asosiasi institusi pendidikan kedokteran
gigi” adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh para dekan
fakultas kedokteran gigi yang berfungsi memberikan
pertimbangan dalam rangka memberdayakan dan menjamin
kualitas pendidikan kedokteran gigi yang diselenggarakan oleh
fakultas kedokteran gigi.
5
Yang dimaksud dengan “asosiasi rumah sakit pendidikan” adalah
himpunan rumah sakit pendidikan dokter atau dokter gigi
(teaching hospital).
Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Standar kompetensi disusun oleh asosiasi institusi pendidikan
kedokteran dan asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi
serta kolegium kedokteran dan kolegium kedokteran gigi.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi yang
disahkan, terlebih dahulu ditetapkan bersama kolegium terkait.
Huruf f
Etika profesi adalah kode etik dokter dan kode etik dokter gigi
yang disusun oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan
Dokter Gigi Indonesia (PDGI).
Huruf g
Pencatatan dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan untuk
pemberian surat tanda registrasi dokter dan surat tanda
registrasi dokter gigi dalam registrasi ulang.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
6
Pasal 14
Ayat (1)
Unsur dari asosiasi rumah sakit pendidikan, Departemen
Kesehatan dan Departemen Pendidikan Nasional yang masingmasing
2 (dua) orang terdiri atas 1 (satu) orang berlatar belakang
pendidikan profesi dokter dan 1 (satu) orang dokter gigi.
Yang dimaksud dengan “tokoh masyarakat” adalah orang yang
peduli dan mempunyai komitmen tinggi untuk kepentingan
pasien. Tokoh tersebut mempunyai wawasan nasional dan
memahami masalah kesehatan tetapi bukan dokter atau dokter
gigi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
7
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Tidak menutup kemungkinan bagi dokter dan dokter gigi untuk
tetap dapat menjalankan praktik kedokterannya. Hal ini
dimaksudkan agar tetap dapat meningkatkan kemampuan
profesinya.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Dalam ketentuan ini diatur pula mengenai penggantian antarwaktu
anggota Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 25
Pendapatan dari anggaran pendapatan dan belanja negara dalam
ketentuan ini antara lain biaya registrasi dan sumber dana lain yang
sah yang merupakan penerimaan negara bukan pajak .
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
8
Ayat (2)
Surat tanda registrasi dokter ditandatangani oleh Ketua Konsil
Kedokteran dan surat tanda registrasi dokter gigi ditandatangani
oleh Ketua Konsil Kedokteran Gigi. Dengan demikian, Ketua
Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi disebut
juga registrar.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Surat keterangan sehat fisik dan mental adalah bukti
tertulis yang dikeluarkan oleh dokter yang memiliki surat
izin praktik.
Huruf d
Sertifikat kompetensi dikeluarkan oleh kolegium yang
bersangkutan.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Pertimbangan dimaksud dalam ayat ini untuk melihat apakah
dokter atau dokter gigi tersebut selama menjalankan praktik
kedokteran telah dikenakan sanksi oleh Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi, Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, atau putusan hakim.
Ayat (6)
Memelihara dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi
dilakukan dengan membuat daftar yang memuat nama dokter
atau dokter gigi yang memiliki surat tanda registrasi dokter atau
surat tanda registrasi dokter gigi dan hal lain yang terkait
dengan ketentuan tentang registrasi dokter atau dokter gigi.
9
Pasal 30
Ayat (1)
Evaluasi dilakukan oleh perguruan tinggi di Indonesia
berdasarkan permintaan tertulis dari Konsil Kedokteran
Indonesia. Konsil Kedokteran Indonesia meminta pengujian
setelah dilakukan evaluasi terhadap kesahan ijazah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan
keimigrasian.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “surat tanda registrasi sementara dokter
dan dokter gigi” adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi kepada dokter dan dokter
gigi warga negara asing yang melakukan kegiatan di bidang
kedokteran.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “surat tanda registrasi bersyarat dokter
dan dokter gigi” adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi kepada peserta didik
untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau
kedokteran gigi di Indonesia bagi dokter atau dokter gigi warga
negara asing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
10
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan
kewenangan bagi dokter dan dokter gigi untuk menyimpan
obat selain obat suntik sebagai upaya untuk
menyelamatkan pasien.
Obat tersebut diperoleh dokter atau dokter gigi dari
apoteker yang memiliki izin untuk mengelola apotek.
Jumlah obat yang disediakan terbatas pada kebutuhan
pelayanan.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas.
11
Ayat (2)
Dokter atau dokter gigi yang diminta untuk memberikan
pelayanan medis oleh suatu sarana pelayanan kesehatan, bakti
sosial, penanganan korban bencana, atau tugas kenegaraan
yang bersifat insidentil tidak memerlukan surat izin praktik,
tetapi harus memberitahukan kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota tempat kegiatan dilakukan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal dokter atau dokter gigi pengganti bukan dari keahlian
yang sama, dokter atau dokter gigi tersebut harus
menginformasikan kepada pasien yang bersangkutan.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “standar pelayanan” adalah pedoman
yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam
menyelenggarakan praktik kedokteran.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “strata sarana pelayanan” adalah
tingkatan pelayanan yang standar tenaga dan peralatannya
sesuai dengan kemampuan yang diberikan.
12
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau
penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan.
Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah
pengampuan (under curatele) persetujuan atau penolakan
tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain
suami/istri, ayah/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudarasaudara
kandung.
Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien
tidak diperlukan persetujuan. Namun, setelah pasien sadar atau
dalam kondisi yang sudah memungkinkan, segera diberikan
penjelasan dan dibuat persetujuan.
Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar,
maka penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang
mengantar. Apabila tidak ada yang mengantar dan tidak ada
keluarganya sedangkan tindakan medis harus dilakukan maka
penjelasan diberikan kepada anak yang bersangkutan atau pada
kesempatan pertama pasien sudah sadar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penjelasan hendaknya diberikan dalam bahasa yang mudah
dimengerti karena penjelasan merupakan landasan untuk
memberikan persetujuan. Aspek lain yang juga sebaiknya
diberikan penjelasan yaitu yang berkaitan dengan pembiayaan.
Ayat (4)
Persetujuan lisan dalam ayat ini adalah persetujuan yang
diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan
menganggukkan kepala yang diartikan sebagai ucapan setuju.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “tindakan medis berisiko tinggi” adalah
seperti tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya.
Ayat (6)
Cukup jelas.
13
Pasal 46
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “rekam medis” adalah berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien.
Ayat (2)
Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada
rekam medis, berkas dan catatan tidak boleh dihilangkan atau
dihapus dengan cara apa pun. Perubahan catatan atau kesalahan
dalam rekam medis hanya dapat dilakukan dengan pencoretan
dan dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “petugas” adalah dokter atau dokter gigi
atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung
kepada pasien. Apabila dalam pencatatan rekam medis
menggunakan teknologi informasi elektronik, kewajiban
membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan
nomor identitas pribadi (personal identification number).
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kendali mutu” adalah suatu sistem
pemberian pelayanan yang efisien, efektif, dan berkualitas yang
memenuhi kebutuhan pasien.
Yang dimaksud dengan “kendali biaya” adalah pembiayaan
pelayanan kesehatan yang dibebankan kepada pasien benarbenar
sesuai dengan kebutuhan medis pasien didasarkan pola
tarif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “audit medis” adalah upaya evaluasi
secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan
kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang
dilaksanakan oleh profesi medis.
Ayat (3)
Cukup jelas.
14
Pasal 50
Yang dimaksud dengan “standar profesi” adalah batasan kemampuan
(knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai
oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya
pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.
Yang dimaksud dengan “standar prosedur operasional” adalah suatu
perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk
menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. Standar prosedur
operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan
konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi
pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan
standar profesi.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penegakan disiplin” dalam ayat ini adalah
penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan
keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh
dokter dan dokter gigi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “independen” dalam ayat ini adalah
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam
menjalankan tugasnya tidak terpengaruh oleh siapa pun atau
lembaga lainnya.
Pasal 56
Tanggung jawab dimaksud meliputi tanggung jawab administratif,
sedangkan dalam pelaksanaan teknis Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia adalah otonom dan mandiri.
15
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kata “dapat” dalam ayat ini dilakukan
dengan memperhatikan pengaduan terhadap dokter atau dokter
gigi yang praktik, dan luas wilayah kerja.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pengetahuan di bidang hukum kesehatan diperoleh melalui
pendidikan atau pelatihan yang menyangkut aspek hukum
dalam bidang kesehatan baik yang diselenggarakan oleh
institusi pendidikan maupun lembaga lainnya yang
terakreditasi.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
16
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Ayat (1)
Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan
atas tindakan dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik
kedokteran, tetapi tidak mampu mengadukan secara tertulis,
dapat mengadukan secara lisan kepada Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “setiap orang” adalah orang yang secara
langsung mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas
tindakan dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik
kedokteran. Termasuk juga dalam pengertian “orang” adalah
korporasi (badan) yang dirugikan kepentingannya.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
17
Ayat (3)
Tenaga kesehatan dimaksud antara lain bidan dan perawat yang
diberi kewenangan untuk melakukan tindakan medis sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan.
Pasal 74
Lihat penjelasan Pasal 49 ayat (2).
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
18
Pasal 88
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4431